Hanya bermodalkan semangat keislaman yang tinggi dari jiwa pemimpin Prof.
Dr. Mohammad ali Bey, Ph.D menjadikan Yayasan Pendidikan Muslim Asia Afrika
tegar meski berjalan tertatih. Segala cemooh masyarakat dianggap ujian semata,
bahkan menjadikan mantan anggota DPR RI ini semakin kuat melangkah.
Tujuannya jelas, membentuk jiwa-jiwa insani yang bertanggungjawab,
berkepribadian tinggi, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Alquran dan Sunah
Rasul. Maka lahirlah Lembaga Pendidikan Muslim Asia Afrika sebagai bentuk
kongkrit dari tujuan mulia tersebut.
Menyandang nama Muslim Asia Afrika bukan sekedar iseng, ada alasan sangat
besar dibalik nama besar tersebut bagi Mohammad Ali. Salah satunya adalah
tinjauan sejarah Islam secara geografis, dimana benua Asia dan Afrika merupakan
tempat kelahiran para Nabi dan rasul Allah SWT. dan pemimpin negara Islam
pertama di dunia.
Selain itu, benua dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia ini
juga memiliki tempat bersejarah Islam yang sangat penting, di antaranya;
Ka’bah, Masjidil Haram, Baitul Maqdis, dan lainnya yang berada di kedua benua
ini.
Namun di balik kelebihan dan keistimewaan tersebut terdapat sisi
negatifnya, yaitu keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, kemelaratan, dan
sisa-sisa mental orang terjajah masih sangat kentara di kedua benua ini. Potret
itu juga yang ia saksikan saat pulang kampung ke Kedaung, Tangerang Selatan.
Banyak orang kampungnya yang buta huruf dan buta agama, hingga memompakan
semangat Mohammad Ali merealisasikan mimpinya di lembaga pendidikan itu.
Yayasan yang berdiri resmi pada 17 Agustus 1985 ini memang mengawali
kegiatan dengan bangunan sangat sederhana. Di atas tanah milik sendiri seluas
12.000m2, kiprah lembaga pendidikan ini mulai berkepak. Cakupannya semua
tingkatan pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.
Namun seiring wafatnya Mohammad Ali, Yayasan ini begitu terpuruk. Saking
parahnya, Kampus Muslim Asia Afrika di kawasan Tangerang Selatan ini dulunya
dikenal sebagai sekolah "Kandang Kambing". Bukan tanpa alasan,
penampilan yang kumuh membuat masyarakat kerap meragukan integritas Sekolah
Muslim Asia Afrika (Musika) ini.
Panggilan batin buat Nurmi
Melihat kondisi miris itu, tak ayal memanggil jiwa Nurmi, anak perempuan
Mohammad Ali untuk 'turun gunung'. Kemapanan pekerjaan dan penghasilan Nurmi
selama 14 tahun di Jakarta International School (JIS), tak membuat batinnya
tenang melihat lembaga yang dibangun ayahnya hancur perlahan.
"Saya tidak rela sekolah bapak saya disepadankan dengan 'kandang
kambing' oleh masyarakat," ujar Nurmi mengenang. Ia lalu mengajukan
pengunduran diri dari JIS, secara sukarela agar bisa membangun kembali Sekolah
Musika itu.
Gayung bersambut, bukan hanya mendapat izin untuk resign dari JIS. Bahkan
pihak JIS bersedia bekerjasama memajukan Musika, salah satunya ada Neil
Bantleman yang secara aktif ikut membantu Musika. Sejak dibantu oleh JIS
melalui Neil tahun 2010 silam, perlahan Musika bertransformasi lebih baik.
Bentuk bantuan tak hanya berbentuk benda seperti furniture, kelengkapan
sekolah, perlengkapan mengajar, buku-buku untuk perpustakaan, bangku, meja,
yang semuanya dibantu oleh JIS. Bahkan, Neil ikut membentuk karakter guru dan
siswa di Musika menjadi pelajar bermental mandiri dan berwawasan internasional.
Bisa dibayangkan kekaguman kita, meski siswa-siswi disini mayoritas dari
keluarga kurang mampu namun mereka tetap diajarkan memberi. "Sama sekali
tidak di ajarkan untuk meminta, meski mereka tidak mampu," tegas Nurmi.
Diakui Nurmi, itu semua karena mereka mengikuti cara belajar di JIS, yaitu "Santun dalam bersikap, cerdas dalam
belajar".
Karena itu, setiap Jum'at sekolah ini mengadakan MUSIKA peduli. Di
antaranya adalah Jum'at peduli, Jum'at kasih, Jum'at sehat, dan Jum'at bersih.
Dan setiap Hari Selasa ada agenda JIS berkunjung ke MUSIKA atau MUSIKA
berkunjung ke JIS. Banyak kegiatan yang mereka lakukan jika sedang berkunjung
ke JIS. Seperti Olah Raga, Belajar Bahasa Inggris, Matematika, Art and
craft. Begitupun jika JIS yang
berkunjung ke MUSIKA, mereka menanam tanaman organik, berkebun dan banyak hal
lainnya.
Tak terpengaruh isyu media soal JIS
Gencarnya pemberitaan negatif soal JIS, yang bahkan kasusnya menimpa orang
terdekat Yayasan Musika di JIS tak membuat mereka ikut memandang buruk JIS.
Seluruh guru dan siswa justru sangat mendukung Neil secara moral, karena mereka
mengenal Nail sangat baik.
Seperti pendapat seorang guru
bernama Samlan, "JIS ini sangat baik menurut saya, dan ini kan tuduhan.
Kita kan nggak tahu dan awam soal hukum. Saya kenal dengan guru JIS, mereka
semua baik-baik," kata Samlan.
"Ternyata orang-orang JIS sangat baik, padahal sebelumnya saya
beranggapan tidak bisa mengenal secara individual dengan JIS. Tapi ternyata
saya salah" kata Naya, Kordinator ekskul di MUSIKA menambahkan
keterangannya.
Kokom juga bercerita bahwa sistem pembelajaran di JIS sangat bagus.
"Gurunya baik dan sabar dalam mendidik. maka dari itu saya kaget mendengar
kasus ini, mengingat guru-guru di JIS baik-baik," ujar Kokom menyangsikan
kebenaran kasus ini.
Mereka berharap, kasus yang saat ini membelit Neil dan Ferdi dapat segera
selesai dengan keadilan bagi kedua guru itu. Neil telah meninggalkan jejak
baiknya di sekolah Muslim Asia Afrika, Ciputat tanpa catatan buruk apapun
ditorehkan di Kampus yang bertranformasi lebih baik itu.
Jejak Neil dan Ferdi Merubah Sekolah "Kandang Kambing" Jadi Kampus Internasional
Reviewed by Antitesa
on
March 23, 2015
Rating:
No comments: