Facebook SDK

banner image

Mau Dibawa Ke Manakah ARAH KEBIJAKAN Usaha Perikanan Kita?

Mau Dibawa Ke Manakah ARAH KEBIJAKAN Usaha Perikanan Kita?


Saat ini suasana iklim usaha perikanan sangat memprihatinkan, karena sudah satu tahun moratorium perikanan dan hingga saat ini masih penuh dengan ketidak pastian. Sebagian besar Perusahaan Perikanan sudah bangkrut dengan ratusan miliar rupiah, bahkan mungkin triliunan rupiah. Demikian pula usaha kecil nelayanpun sudah banyak yang gulung tikar. Produksi dan ekspor menurun dan PHK ada dimana-mana. Multiplier efect pembangunan perikanan merosot tajam. Sejumlah Pelabuhan Pendaratan Ikan kosong melompong. Industri Pengolahan Ikan banyak yang tutup. Kondisi pembangunan perikanan seperti ini dapat terjadi karena tidak adanya suasana yang kondusif.
Sejak diangkatnya Menteri KKP oleh Presiden pada bulan Oktober tahun 2014, hubungan Pemerintah dengan stakeholder perikanan langsung putus. Hal ini terjadi karena Menteri KKP yang baru langsung mengeluarkan Moratorium Perikanan untuk menghentikan seluruh kegiatan penangkapan ikan alias sudden death seperti yang tertuang dalam Permen No. 56/Permen-KP/2014, Tentang Penghentian Sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI yang berlaku mulai 3/11/2014. Padahal kapal/ usaha perikanan tersebut ada, sesuai dengan peraturan perundangan yang ada yaitu Undang-Undang Perikanan Tahun 2004 dan Tahun 2009 dan Peraturan Menteri-menteri sebelumnya. Alasannya adalah karena kapal eks asing melakukan kegiatannya secara ilegal. Ironisnya, kebijakan ini tanpa sedikitpun melibatkan stakeholder. Betul-betul seperti halilintar di siang bolong. Kapal yang sedang operasipun harus segera kembali kepangkalan dan tidak boleh melaut lagi, walaupun SIPI nya masih berlaku dan PHP untuk 1 tahun sudah dibayar penuh.
Permen berikutnya No. 57, yang mengatur Tentang pelarangan alih muatan di laut (transhipment), padahal tidak ada yang salah dengan transhipment karena ini demi efisiensi usaha dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tetapi dengan alasan sering di salahgunakan, maka transhipment pun dilarang. Aneh bin ajaib, mencari tikus harus membakar rumah. Apakah seperti itu Menteri yang seharusnya arif?
Berikutnya muncul lagi Permen No.1/PERMEN-KP/2015, tentang pengaturan penangkapan lobster. Ini semua hukum rimba. Menteri tidak boleh dilawan, karena dia punya power seperti singa di tengah hutan. Inilah yang terjadi.
Demikian halnya Permen KP No.2/ Permen-KP/2015,Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawlers) Dan Pukat Tarik (Seine Net), yang telah mengakibatkan ribuan kapal mangkrak tidak beroperasi di berbagai daerah, dari skala usaha yang paling kecil sampai skala usaha yang paling besar.
Belum lagi keluarnya Permen No. 35/ Permen-KP/2015, tentang Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan. Ini merupakan permen yang mengada-ada, karena tidak memungkinkan untuk diterapkan di kapal penangkap ikan.
Kemudian keluar Peraturan Presiden No.115 Tahun 2015, Tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal. Sebenarnya Perpres ini tidak diperlukan karena memboroskan keuangan negara, sementara tugas pengamanan di laut sudah dibagi habis ke instansi yang berwenang, bahkan Perpres ini bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang ada.
Ditambah lagi PP No.75 Tahun 2015,Tentang Kenaikan Pungutan Perikanan (PHP dan PPP) sebesar 250-1000 persen., yang tidak mungkin dilaksanakan, karena mematikan dunia usaha perikanan.
Sebenarnya, Menteri Susi telah melanggar Undang-Undang No. 30 tahun 2014, yang mengharuskan Pejabat Publik yang akan mengeluarkan Peraturan harus terlebih dahulu membuat kajian tehnis sosial ekonomi, hukum, konsultasi, serta mensosialisasikan kepada publik sebelum menjadi Permen. Ombudsman RI sudah meminta Menteri KKP mencabut Permen-permennya karena pembuatan/pembentukannya melanggar peraturan perundangan yang ada, tetapi Menteri tidak mau mendengar dan melaksanakan.
Menteri KKP otoriter, karena membuat Permen semena-mena, dan tanpa mendengarkan suara stakeholder. Walaupun unjuk rasa terjadi di mana-mana, tetapi KKP tidak mau peduli.

KEBOHONGAN SUSI
Dalam statementnya pada tanggal 23 Juni 2015, Susi mengatakan kerugian Negara akibat illegal fishing sebesar Rp 3000 T per tahun. Itu merupakan suatu kebohongan yang luar biasa, karena hal ini tidak mungkin, sebab kalau kerugian mencapai Rp 3000 T/tahun, itu berarti senilai 200 juta ton ikan per tahun dicuri (harga ikan Rp. 15.000/Kg). Sementara potensi perikanan tangkap kita yang tercatat dan diakui Indonesia dan Dunia Perikanan (FAO) hanya sebesar 6.6 Juta ton per tahun. Dalam penjelasannya, menteri Susi mengatakan sumber datanya dari Sri Mulyani yang mengatakan Kerugian akibat illegal fishing sebesar 20 Milyar Dollar per tahun, dan juga menurut Susi berdasarkan data dari FAO yang menyebutkan kehilangan illegal fishing dari Indoesia 30 – 50 Milyar US Dollar per tahun. Dari publikasi resmi FAO bulan Juli tahun 2014, ......
- See more at: http://faktasatu.com/index.php/component/k2/item/55-mau-dibawa-ke-manakah-arah-kebijakan-usaha-perikanan-kita#sthash.Zo6cn4jf.dpuf
Mau Dibawa Ke Manakah ARAH KEBIJAKAN Usaha Perikanan Kita? Mau Dibawa Ke Manakah ARAH KEBIJAKAN Usaha Perikanan Kita? Reviewed by Antitesa on April 07, 2016 Rating: 5

No comments:

Home Ads

Powered by Blogger.