Facebook SDK

banner image

Kenali Penyebab False Memory Pada Anak


Kekerasan terhadap anak merupakan isu sensitif dan masih dianggap tabu di Indonesia. Sementara setiap tahun angka kekerasan pada anak cenderung terus meningkat. Komnas Perlindungan Anak ( Komnas PA) mencatat adanya laporan tentang kasus kekerasan anak mencapai 3339 kasus. Dari Jumlah itu, sekitar 58 persen merupakan kekerasan seksual
Kondisi ini merupakan isu penting yang perlu ditelaah secara jeli. Pasalnya , sebagian besar anak yang berada dalam perkembangan kognitif dan cara berpikir mereka. Selain perkembangan dalam keterampilan berbahasa, anak – anak tersebut juga mulai mengeksplorasi daya imajinasi dan fantasi mereka.

Bahkan dalam banyak kasus, seringkali untuk mengungkap kejadian yang menimpa sanak, orang tua secara tidak sengaja memberikan pertanyaan yang mengarahkan atau mengandung prasangka kepada anak atau dikenal dengan istilah suggestibility dan stereotyping. Padahal cara tersebut tidak memberikan jaminan bahwa informasi yang diperoleh sahih.

“Secara tidak sengaja kita sebagai orang tua atau orang dewasa sering menggunakan segala cara untuk dapat mengagali informasi dari sang anak, terlebih ketika anak tersebut dapat mempengaruhi sang anak untuk menceritakan hal – hal yang ingin kita dengar, bukan hal yang sebenarnya,” Jelas Kamala London.

“Di Indonesia hal ini menambah ilmu pengetahuan yang selama ini di belum mengetahui mengenai istilah ini. Menurut saya memang betul-betul  sangat bermanfaat sekali dan tepat waktunya.” Ujar Nyonya Uno dimana saat itu menjadi salah satu peserta diskusi.

Dalam Diskusi itu, Kamala menekankan khususnya dalam wawancara investigasi pada anak, sebaiknya jangan membuat ana merasa terpojok sehingga akhirnya menjadikan ia mengalami “False Memory Syndrom” tadi.

"Anak-anak mudah percaya pada suatu hal sering ia dengar. Kita tidak bisa membedakan pernyataan benar atau palsu anak karena bagi mereka kejadian tersebut benar-benar terjadi," lanjut Kamala.

"Jadi biarkan anak-anak bercerita dengan kata-katanya sendiri. Anak bisa memberikan kesaksian yang dapat diandalkan jika orang dewasa tidak mengarahkan pertanyaan," tutupnya.

Anak anak juga akan cenderung menurut pada orang yang terlihat mempunyai kekuatan besar seperti polisi. “Saran saya, jika polisi memeriksa kasus pada anak jangan gunakan seragam. Itu akan membuat anak takut dan menjawab secara terpaksa”, ujar Kamala.

Menurutnya, kesalahan dari kebanyakan orang dewasa adalah merasa bisa mengidentifikasi kebenaran dari ucapan anak. Bahkan, beberapa teknik yang salah juga seringkali diterapkan untuk menggali informasi pada anak yang terkait kasus pelecehan seksual pada anak.

Dalam konteks kasus yang pernah terjadi, seringkali seorang tersangka digambarkan lebih dulu sebagai orang jahat sehingga fantasi anak mengikuti gambaran awal yang diberikan.
“Bahkan Ia akan berimajinasi dengan hal-hal yang tidak logis”, ujar Kamala.

Kesalahan terbesarnya, orang dewasa cenderung mengharapkan jawaban anak sesuai prasangkanya. Kamala menjelaskan hasil risetnya sendiri, yaitu ketika seseorang diceritakan sebagai orang jahat sebelum anak melihatnya, maka anak akan menanamkan itu dalam memory mereka. “Terbukti saat orang yang diceritakan datang, mereka menuduhnya sebagai orang jahat”, ujarnya.

Intinya, metode yang menggunakan pertanyaan negatif akan cenderung memunculkan false memory untuk mengikuti keinginan pewawancaranya.

“Semakin sugestif pertanyaan ke anak, semakin besar kemungkinan munculnya false memory pada anak”, tukas Kamala.

Karena itu Kamala berpesan, dalam banyak kasus dugaan pelecehan seksual pada anak, belum tentu yang  terjadi seperti yang digambarkan oleh anak itu.

Untuk menggali data dari anak korban pelecehan seksual, harus menggunakan psikologi forensik dan bukan psikologi klinis. Menurutnya, ada perbedaan antara keduanya.

“Psikologi Klinis hanya bersifat terapis, sedang forensik bersifat investigasi. Maka tidak bisa menggunakan hasil klinis dalam penyelidikan kasus pelecehan seksual pada anak”, tegas Kamala.


Perkembangan anak harus di ikuti , harus hati-hati tidak dapat di diamkan begitu saja, Sebagai orang tua  sudah menjadi keharusan menjadi orang tua yang  aktif dalam perkembangannya. 

Source : http://antitesanews.com/news/lifestyle/18-03-2015/154-kenali-penyebab-false-memory-pada-anak



Kenali Penyebab False Memory Pada Anak Kenali Penyebab False Memory Pada Anak Reviewed by Antitesa on March 18, 2015 Rating: 5

No comments:

Home Ads

Powered by Blogger.