Facebook SDK

banner image

False memory syndrome


Dalam sebuah diskusi terbatas di Jakarta Selatan, seorang Doktor Psikolog Forensik Universitas of Toledo, Amerika Serikat, Kamala London, Phd, memaparkan fakta menarik soal pengaruh disinformasi pada anak korban kekerasan seksual. Pemaparan itu merupakan hasil risetnya selama menangani anak korban kekerasan dan pelecehan seksual di Amerika Serikat.

Dalam hasil risetnya, Kamala menyimpulkan bahwa seorang anak bisa mengalami “False Memory Syndrom” jika ia ditanya terus menerus mengenai suatu hal yang sebenarnya tidak pernah terjadi.

Anak-anak memiliki daya imajinasi kuat yang tak jarang ia ceritakan pada orang sekitarnya. Hal ini membuat orang dewasa harus ekstra hati-hati untuk memercayai kesaksian anak terutama untuk suatu peristiwa penting.

Diskusi terbatas tersebut dihadiri oleh para orang tua yang memiliki anak yang rata rata berumur 2 -7 tahun.
“ Menurut saya, pembicaraan tentang ibu kamala London mengenai false memory itu sangat menarik dan sesuatu yang baru untuk kita semua, terutama saya dan ibu-ibu yang lain. Karena sebelum adanya diskusi ini, kita tidak pernah tau bahwa itu, ada namanya false memory” ujar salah satu peserta diskusi saat di wawancarai.  
Informasi mengenai false memory syndrome sangat bermanfaat untuk ibu yang memiliki anak yang berumur antara 2 sd 7 tahun karena konsep tersebut membahas fantasi dan realita pada anak.

Kamala Menjelaskan bahwa terdapat dua ( 2 ) kecenderungan yang seringkali dilakukanoleh orang tua dan orang dewasa ketika bertanya kepada anak yaitu menyiratkan sugesti ( suggestibility ) dan/ atau pernyataan yang mengandung prasangka ( stereotyping ) ketika berkomunikasi kepada anak mereka. Sebagai contoh, tipe kata yang mengarahkan,  sedangkan tipe pertanyaan menyiratkan sugesti adalah ketika pertanyaan tersebut mengandung kata – kata yang mengarahkan, sedangkan tipe pertanyaan menyiratkan stereotyping adalah pertanyaan yang mengandung unsur– unsur prasangka.


“ 2 hal yang saya tangkap, bahwa kita harus sangat berhati2 dengan pertanyaan -  pertanyaan kita kalau ingin mengetahui sesuatu dari anak kita jangan membuat pertanyaan yang kita mau dengar, jadi harus bertanya dan biarkan mereka berbicara sesuai kapasitas anak-anak” . Ujar peserta diskusi lagi.
False memory syndrome False memory syndrome Reviewed by Antitesa on March 17, 2015 Rating: 5

No comments:

Home Ads

Powered by Blogger.