Dalam sebuah diskusi terbatas di Jakarta Selatan, seorang Doktor
Psikolog Forensik Universitas of Toledo, Amerika Serikat, Kamala London, Phd,
memaparkan fakta menarik soal pengaruh disinformasi pada anak korban kekerasan
seksual. Pemaparan itu merupakan hasil risetnya selama menangani anak korban
kekerasan dan pelecehan seksual di Amerika Serikat.
Dalam hasil risetnya, Kamala menyimpulkan bahwa seorang anak
bisa mengalami “False Memory Syndrom” jika ia ditanya terus menerus mengenai
suatu hal yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Anak-anak memiliki daya imajinasi kuat yang tak jarang ia
ceritakan pada orang sekitarnya. Hal ini membuat orang dewasa harus ekstra
hati-hati untuk memercayai kesaksian anak terutama untuk suatu peristiwa
penting.
Diskusi terbatas tersebut
dihadiri oleh para orang tua yang memiliki anak yang rata rata berumur 2 -7
tahun.
“ Menurut saya, pembicaraan
tentang ibu kamala London mengenai false memory itu sangat menarik dan sesuatu
yang baru untuk kita semua, terutama saya dan ibu-ibu yang lain. Karena sebelum
adanya diskusi ini, kita tidak pernah tau bahwa itu, ada namanya false memory”
ujar salah satu peserta diskusi saat di wawancarai.
Informasi mengenai false
memory syndrome sangat bermanfaat untuk ibu yang memiliki anak yang berumur
antara 2 sd 7 tahun karena konsep tersebut membahas fantasi dan realita pada
anak.
Kamala Menjelaskan bahwa
terdapat dua ( 2 ) kecenderungan yang seringkali dilakukanoleh orang tua dan
orang dewasa ketika bertanya kepada anak yaitu menyiratkan sugesti (
suggestibility ) dan/ atau pernyataan yang mengandung prasangka ( stereotyping
) ketika berkomunikasi kepada anak mereka. Sebagai contoh, tipe kata yang
mengarahkan, sedangkan tipe pertanyaan
menyiratkan sugesti adalah ketika pertanyaan tersebut mengandung kata – kata
yang mengarahkan, sedangkan tipe pertanyaan menyiratkan stereotyping adalah
pertanyaan yang mengandung unsur– unsur prasangka.
“ 2 hal yang saya tangkap,
bahwa kita harus sangat berhati2 dengan pertanyaan - pertanyaan kita kalau ingin mengetahui
sesuatu dari anak kita jangan membuat pertanyaan yang kita mau dengar, jadi
harus bertanya dan biarkan mereka berbicara sesuai kapasitas anak-anak” . Ujar
peserta diskusi lagi.
False memory syndrome
Reviewed by Antitesa
on
March 17, 2015
Rating:

No comments: