Salah satu
penyakit di indonesia yang sulit untuk di sembuhkan yaitu, mereka yang bukan
pada porsi/bidang kerjanya bertingkah atau berbicara seperti ahli di
bidang-nya. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Erlinda, seketaris KPAI
dan Mahakersa Dillon tim kuasa hukum JIS saat di wawancarai dalam program satu
meja di kompas TV. Beberapa kali pengacara Mahareksa Dillon kuasa hukum dua
guru JIS ini mengerti porsi yang dia miliki tentang ilmu medis, maka pengacara
ini hanya bisa katakan “Saya bukan dokter, saya tidak bisa jelaskan anuscopy,
kronos copy saya kurang tahu, yang jelas
ada kata-kata disitu tidak ada terdapat luka apapun pada anus anak.” Jelas Mahakersa.
Beda dengan seketaris
KPAI ini yang cenderung memaksakan pengetahuannya dalam bidang hukum maupun materi
yang sebenarnya, terlebih lagi wakil KPAI ini tidak mengerti lembaga apa yang
sekarang dia bekerja, “Sidang terbuka
itu boleh untuk semuanya tapi sidang tertutup tidak boleh, tapi kami lembaga
tertinggi negara.” Ucap Erlinda yang disela langsung oleh tim kuasa hukum jis
karena sebagaimana masyarakat tahu bahwa
KPAI bukan lembaga tertinggi di indonesia.
Fungsi KPAI
tidak pada tempatnya seperti sebuah contoh, apakah anak korban itu adalah anak
Indonesia? Jelas bukan karena anak korban mengikuti kewarganegaraan ayah-nya yakni
USA (United States of America) Komisi Perlindungan anak Internasional mungkin
cocok sesuai fungsinya, KPAI seharusnya lebih prihatin dan melindungi anak-anak
pribumi karena masih banyak anak Indonesia yang terlantar di jalan-jalan kota
Jakarta yang membutukan perlindungan, apakah KPAI hanya melirik pada anak-anak
orang kaya saja? Sebuah pertanyaan bagi masyarakat mengenai fungsi kerja
lembaga negara ini apa perlu di teruskan agar tidak membebani uang negara?
Terlebih dengan
Komnas Ham yang tetap diam saat kejanggalan tersangka Azwar yang dinyatakan
tewas bunuh diri, apakah Komnas HAM berfungsi hanya berdasarkan simpati atau lembaga
ini tertuju pada hak asasi manusia seperti sebagaimana mestinya. Azwar memiliki
hak asasinya sebagai manusia yang membutuhkan keadilan, akan tetapi Komnas HAM menututup mata akan hal ini.
Satu meja, Satu fakta, Satu Arogan
Reviewed by Antitesa
on
May 07, 2015
Rating:
No comments: